Peneliti Australia Berhasil Temukan Penyebab Perilaku OCD, Selanjutnya Penelitian Uji Klinis

- Kamis, 25 Mei 2023 | 11:19 WIB
Penelitian institut studi kedokteran QIMR Berghofer membandingkan hasil pemindaian otak pasien yang sehat dengan pasien penderita OCD.  (qimrberghofer.edu.au)
Penelitian institut studi kedokteran QIMR Berghofer membandingkan hasil pemindaian otak pasien yang sehat dengan pasien penderita OCD. (qimrberghofer.edu.au)

QUEENSLAND, sport.suaramerdeka.com - Berita menggembirakan bagi penderita gangguan obsesif-kompulsif, alias OCD. Para peneliti di Queensland, Australia telah menemukan lebih banyak bukti untuk menjelaskan alasan sebagian orang menderita OCD.

Kemungkinan seseorang penderita OCD dapat dikenalai dari ciri-ciri perilakuany sehari-hari, dalam hal ini bisa berupa berulang kali mencuci tangan, memastikan lagi dan lagi bahwa pintu sudah dikunci, hingga mengecek kompor sudah dimatikan berkali-kali. Gangguan OCD itu terwujud dalam banyak bentuk yang menganggu kehidupan penderitanya.

Studi kasus terjadi pada seorang warga Australia, yang lima tahun lalu, pria berusia 38 tahun itu didiagnosis menderita OCD. Kini, yang disapa denhan nama Bell itu, kini mampu mengendalikan gejala-gejalanya.

Baca Juga: Hari Raya Waisak 2023 Dimeriahkan Festival Lampion Waisak Borobudur 2023, Tiketnya Dijual Online

“Melalui pengobatan dan kemajian ilmu pengetahuan, saya merasa hidup saya benar-benar dimulai kembali dalam berbagai cara.”

Penelitian terbaru tentang gangguan tersebut berhasil menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di dalam pikirannya.

Penelitian institut studi kedokteran QIMR Berghofer membandingkan hasil pemindaian otak pasien yang sehat dengan pasien penderita OCD.

Hasilnya menunjukkan bahwa kemungkinan besar alasan di balik gangguan kecemasan itu adalah ‘ketidakseimbangan’ dalam ‘jalur pemberian isyarat, jauh di dalam otak,’ seperti kata para ilmuwan yang menangani penelitian itu.

Baca Juga: Ketika Warga Jepang Ramai Ikuti Kursus Senyum, Kenapa ?

Adalah penjelsan dari peneliti Luca Cocchi dari QIMR Berghofer dilaporkan Associated Press, sebagaimana dilansir kembali VOI, Kamis (25/05/2023) dia menuturkan, “penelitian kami secara spesifik tidak hanya mereplikasi apa yang telah ditunjukkan dalam penelitian sebelumnya, tetapi juga memberikan sejumlah wawasan baru tentang mekanisme yang dapat dikaitkan dengan ketidakseimbangan antara wilayah otak yang berbeda ini.”

Atas kemajuan penelitian ini, selanjutnya bagi para peneliti akan melakukan beberapa uji klinis yang melibatkan pengobatan stimulasi otak yang sudah berhasil membantu pengobatan depresi, membuat hidup sedikit lebih mudah bagi mereka yang menghadapi gangguan obsesif-kompulsif.

“Itu semua memungkinkan kami melanjutkan penelitian dan mencoba mengembangkan intervensi yang dapat memulihkan ketidakseimbangan di otak ini dengan cara yang lebih terarah,” imbuhnya.***

Editor: Taufik A

Artikel Terkait

Terkini

X